Surabaya, LiputanhukumIndonesia.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan evaluasi terhadap Memorandum of Understanding (MoU) yang sudah terjalin beberapa bulan lalu dengan sejumlah hotel di Kota Pahlawan. Kerja sama itu berkaitan dengan penggunaan produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta pemberdayaan masyarakat setempat.
Kegiatan evaluasi bersama ini dihadiri langsung Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Kegiatan tersebut berlangsung di Graha Sawunggaling Lantai 6 Gedung Pemkot Surabaya, Jumat (25/11/2022).
Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan, dari hasil evaluasi yang dilakukan, masih ada sejumlah kekurangan terhadap kerja sama tersebut. Ia mengakui, kekurangan itu salah satunya juga ada di tubuh pemkot karena belum bisa memenuhi pesanan yang sesuai dengan kriteria pengelola hotel.
“Sebenarnya ada MoU dari hotel yang sudah lama, tapi tidak berjalan. Sebenarnya saya tahu kalau kelemahannya ada di pemkot. Teman-teman hotel itu langsung WA (kontak) ke saya untuk menyampaikan bahwa mereka sudah ada contoh handuk, slipper, tapi sampai sekarang belum kembali,” kata Wali Kota Eri Cahyadi usai acara tersebut.
Namun demikian, ia menyebutkan, jika kerja sama dengan sejumlah hotel di Kota Pahlawan ini juga ada yang sudah berjalan. Sebab, di setiap hotel itu memiliki kebutuhan dengan kualitas barang yang berbeda-beda.
“Memang sekarang sudah ada yang jalan. Karena kan di setiap hotel pasti akan berbeda, tergantung kualitas dan kelasnya barang,” ujarnya.
Oleh sebabnya, Wali Kota Eri Cahyadi meminta jajarannya mengumpulkan seluruh pengelola atau pemilik hotel yang sebelumnya sudah menjalin MoU dengan pemkot. Melalui pertemuan ini, diharapkan dapat diketahui langsung apa saja kendala yang dialami dalam kerja sama tersebut.
“Sehingga tadi kenapa saya kumpulkan, disitulah saya memancing mereka (pengelola hotel) untuk berani bicara. Memang ada sisi pemerintah kota yang lambat untuk berjalan, ada satu sisi juga yang memang belum memenuhi dari teman-teman hotel,” sebutnya.
Wali Kota Eri Cahyadi kembali mengingatkan, bahwa pihaknya sudah berkomitmen untuk mempermudah seluruh investasi di Kota Pahlawan. Namun demikian, ia juga berharap jika investasi yang dibangun seperti bidang perhotelan ini juga dapat berdampak positif bagi masyarakat yang tinggal di sekitar.
“Sehingga masyarakat ini akan merasakan betul investasi di Kota Surabaya yang akan mempengaruhi kehidupan mereka dan ekonomi bergerak,” kata Cak Eri, panggilan lekatnya.
Cak Eri juga mengungkapkan, jika hasil evaluasi terhadap kerja sama dengan pengelola hotel ini, progresnya sekarang sudah mencapai sekitar 40 persen. Sementara sisanya atau sekitar 60 persen, belum dapat berjalan karena sejumlah kendala.
“Yang sudah berjalan 40 persen dan yang belum 60 persen. Kenapa belum? tadi ada (hotel) yang kasih bahan, bahannya tidak kunjung dipenuhi pemkot, akhirnya tidak jalan. Ada juga yang dia (hotel) sudah pesan dengan kualitas sekian, kita belum bisa memenuhi,” ungkap dia.
Dalam kesempatan itu, mantan Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Surabaya ini juga meminta jajarannya agar ke depan dapat dibentuk perwakilan pada setiap hotel. Perwakilan itu berasal dari pemilik atau pengelola yang dapat mengambil keputusan bersama dengan pemkot, asosiasi atau organisasi perhotelan.
Dengan demikian, Cak Eri berharap, ke depannya para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Surabaya, dapat memenuhi kebutuhan serta kualitas barang yang diinginkan oleh pihak pengelola atau pemilik hotel.
“Investasi dan kemudahan akan saya buka sebesar-besarnya di Kota Surabaya. Namun, tempat investasi yang dibangun di Surabaya ini juga saya harapkan bisa memberikan manfaat bagi warga Surabaya,” harapnya.
Sementara itu, dalam laporannya, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati menyampaikan, bahwa ada 107 hotel di Kota Pahlawan yang telah menjalin Nota Kesepakatan Bersama (NKB) dengan Pemkot Surabaya. Dari jumlah tersebut, sekitar 40,78 persen di antaranya telah bekerja sama dalam penyediaan slipper.
“Sedangkan sisanya, masih dalam tahap negosiasi, proses pemesanan atau tidak melakukan pemesanan,” kata Wiwiek Widayati.
Selain slipper, Wiwiek juga menyebutkan, bahwa sekitar 16,50 persen sudah terjalin kerja sama dalam penyediaan batik. Produksi batik UMKM Surabaya ini digunakan untuk seragam para karyawan dan karyawati hotel. Sedangkan sisanya, masih dalam proses nego dan pemilihan batik.
“Ada juga 0,97 persen itu penyediaan laundry bag. Sisanya tidak menyediakan laundry bag karena hotel tidak menyediakan service laundry. Berikutnya juga ada 3,88 persen penyediaan bahan makanan, terutama hasil produk-produk pertanian,” pungkasnya.