Meneguhkan Peran Agama melalui G20, R20, dan AICIS 2022

Bali — Liputan Hukum Indonesia.-

Pada 15-16 November 2022 mendatang, Indonesia akan menjadi tuan rumah perhelatan KTT G20 yang bertempat di Provinsi Bali. Kita patut berbangga karena Indonesia terpilih sebagai tuan rumah konferensi bergengsi tingkat dunia ini. Sejak awal, KTT G20 dihajatkan sebagai wadah pertemuan tingkat dunia untuk menyelesaikan berbagai persoalan global. Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia selama 3 tahun terakhir sangat berdampak buruk dan melemahkan hampir seluruh sektor kehidupan.

Terkini, peperangan Rusia-Ukraina juga belum menunjukkan tanda-tanda akan berdamai dan dikhawatirkan memicu perang dunia ketiga. Tentu, ini harus menjadi kekhawatiran kita semua. Karenanya, Indonesia sebagai tuan rumah memiliki posisi strategis sebagai pemeran utama.

Forum KTT G20 tahun 2022 mengambil tema Recover Together, Recover Stronger. Melalui tema tersebut, Indonesia hendak mengajak seluruh dunia bahu-membahu dan saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Tentu saja, dunia tidak akan bangkit jika hanya satu atau dua negara saja yang ambil bagian. Kemiskinan, perubahan iklim dan tercemarnya lingkungan serta peperangan adalah masalah bersama. Untuk itu, jika ingin bangkit lebih kuat, maka gotong-royong global sebagai penyelesaian atas semua permasalahan dunia adalah sebuah keniscayaan. Penyelenggaraan KTT G20 ini momentum spesial bagi Indonesia dan dunia untuk berkontribusi bagi kebangkitan dunia.

Sebagai rangkaian menyambut perhelatan politik besar dunia KTT G20 tersebut, Ketua Umum PBNU KH Yahya Kholil Staquf menginisiasi penyelenggaraan gawe besar Religion of Twenty (R20) pada 2-3 November 2022 di Bali. Forum yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan Harlah 1 Abad NU ini akan diikuti oleh para pemuka agama dan sekte-sekte kepercayaan negara-negara anggota G20.

Bahkan, R20 juga mengundang para pemimpin agama dari negara lain di luar negara yang tergabung dalam forum KTT G20. Forum R20 mengundang sebanyak 32 negara untuk bergabung dengan jumlah peserta mencapai 464 undangan dan sebanyak 170 di antaranya dari luar negeri yang berasal dari lima benua.

Forum R20 dirancang dalam format khusus untuk membahas berbagai permasalahan agama dalam menghadapi berbagai problem kemanusiaan global sekaligus solusinya.

Karenanya, tema yang diangkat bertajuk Revealing and Nurturing Religion as a Source of Global Solusions: an International Movement for Shared Moral and Spiritual Values. Tema ini akan mengkaji khusus penyelesaian berbagai krisis global seputar kemiskinan, kesenjangan global, polarisasi sosial politik, serta bangkit dari keterpurukan pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukrania yang mengancam krisis energi dan pangan global.

Artinya, forum R20 didesain tidak hanya untuk melahirkan refleksi terhadap problem agama tapi juga sekaligus sebagai gerakan untuk mencapai konsensus bersama menemukenali nilai dan misi perdamaian dan keberlangsungan hidup bersama.

Dengan memanfaatkan posisi presidensi Indonesia, forum R20 sebagai official angagement G20 diharapkan menjadi titik awal silaturrahim global yang berkesinambungan. Masyarakat muslim dunia yang diwakili Indonesia sebagai negara mayoritas muslim mendapat kesempatan pertama tahun ini. Tahun 2023 mendatang, menurut urutan presidensi G20, penyelenggaraan R20 akan menunjuk India sebagai negara yang mayoritas Hindu sebagai tuan rumah.

Tahun 2024 menjadi giliran Brazil lalu Afrika Selatan pada tahun 2025 mewakili negara yang mayoritas beragama katolik. Demikian seterusnya. Spirit universal harus diturunkan dalam bentuk kepedulian seluruh agama dan kepercayaan dunia terhadap pemulihan dan kebangkitan bersama yang lebih kuat sebagaimana tema yang diangkat dalam forum G20.

AICIS 2022 dan Simbolisasi Toleransi
Selain R20 yang akan digelar pada 2-3 November 2022, rangkaian acara Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-21 telah dan akan berlangsung pula sebagai bagian dari kegiatan road to G20 di Bali. Tahap pertama gelaran AICIS ke-21 telah sukses dilaksanakan pada 20-22 Oktober 2022 lalu di Lombok. Tahap kedua mulai 1-4 November 2022 di Pulau Dewata Bali.

Pemilihan dua pulau ikon wisata nasional ini tentu sangat istimewa dan sesuai dengan semangat toleransi sebagai salah satu inti Moderasi Beragama yang digaungkan Kementerian Agama. Juga, spirit Recover Together, Recover Stronger sebagai tema besar pagelaran KT G20 sangat tepat dimulai dari dua ikon wisata unik Tanah Air ini.

Pulau Lombok yang dihuni mayoritas Muslim, destinasi wisata kelas dunia yang sangat kental dengan nuansa syariah-nya, dan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram sebagai host AICIS ke-21 mewakili geliat pemulihan dan kebangkitan bersama dari sektor riil juga akademik.

Pun demikian, Pulau Bali sebagai destinasi wisata masyhur andalan bertaraf internasional dengan identitas ke-Hindu-annya adalah tuan rumah yang estetik untuk mengejeawantahkan spirit moderasi agama.

Thus, AICIS 2022 menjadi momentum spesial yang mengundang para akademisi dan peneliti untuk hadir mendiskusikan kajian-kajian keislaman sekaligus menyerap secara langsung spirit toleransi. Penyelenggaraan AICIS ke-21 ini memiliki makna simbolik perwujudan moderasi beragama di Indonesia.

Para peneliti dan partisipan AICIS ke-21 yang berasal dari dalam dan luar negeri juga akan secara langsung membuktikan sekaligus menginternalisasi nilai-nilai moderasi beragama untuk dikaji, dibawa, dan disebar ke seluruh dunia.

Dengan demikian, tagline moderasi yang digaungkan Kementerian Agama, dan tema besar forum R20 Revealing and Nurturing Religion as a Source of Global Solutions: A Global Movement for Shared Moral and Spiritual Values (Menyatakan dan Menjaga Agama sebagai sebuah Sumber Solusi Global: Gerakan Global untuk Menebar Nilai Moral dan Spiritual) benar-benar menemukan momentumnya.

Berbagai perhelatan yang terselenggara dalam rangka menyambut forum KTT G20 menghadirkan paradigma bahwa agama harus berperan aktif dalam memecahkan berbagai permasalahan global dari gejala ketegangan, kekerasan, dan polarisasi hingga kemiskinan dan kesenjangan yang menghambat pemecahan krisis global. Agama harus mulai bergerak keluar dari ranah privat ke ranah publik. Agama juga harus bisa melakukan koreksi ke dalam dirinya sendiri.

Truth claim atas nama agama harus berganti menjadi sharing nilai-nilai universal antar agama. Ummat beragama sudah harus meneguhkan keberagamaan dengan langkah-langkah praksis, seperti menghapus kata kafir yang ditujukan ke the others (non-muslim), dan diganti dengan menyebut saudara dalam kemanusiaan (al-insan) dan saudara sebangsa sebagai warga negara (al-muwathin) sebagaimana pesan hasil Musyawarah Alim Ulama Nasional 2019 di Banjar Patoman, Jawa Barat.

Agama secara publik dan politik harus menegakkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan universal. Dengan demikian, kita semua berharap, melalui momentum AICIS ke 21 dan R20 yang diinisiasi oleh Nahdlatul Ulama (NU) akan lahir kesepakatan bersama tentang pentingnya agama hadir dan menampakkan diri sebagai bagian dari solusi permasalahan global. Selamat menyelenggarakan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-21, selamat menggelar Religion of Twenty (R20) dan selamat menyambut Government of Twenty (G20).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *