JAWA TIMUR – Liputan Hukum Indonesia.- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur dan lembaga penyiaran di Jawa Timur berencana membentuk forum bersama terkait siaran kebencananaan. Forum ini bertujuan untuk mendukung Pemerintah Provinsi Jatim dan pemangku kepentingan kebencanaan menyebarkan informasi dan mempercepat penanganan dampak bencana.
“Siaran kebencanan yang bisa dilakukan oleh lembaga penyiaran melingkupi pra-bencana, saat bencana, dan pasca-bencana. KPID Jatim akan menginisiasi forum bersama untuk mempercepat penyebaran informasi yang benar dan mencegah berita hoax yang beredar di masyarakat,” kata Ketua KPID Jatim Immanuel Yosua Tjiptosoewarno saat membuka diskusi daring yang digelar pada 25 Oktober 2022.
Diskusi Siaran Kebencanaan tersebut dihadiri oleh puluhan lembaga penyiaran di Jatim. Diskusi ini merupakan upaya KPID Jatim mengevaluasi konten, dan menjaring masukan dari TV dan radio lokal terkait siaran kebencanaan.
Manajer Pemberitaan Radio Mayangkara Blitar, Tita Wulandari, mengatakan media penyiaran mempunyai tugas penting terkait siaran kebencanaan. Tak hanya memberitakan tentang penanganan bencana, ujar Tita, media penyiaran juga bisa menjadi penyambung antara korban, institusi pemerintah, dan relawan kebencanaan.
“Media penyiaran bisa menjadi pusat informasi bagi masyarakat, dan penghubung stakeholder kebencanaan,” kata Tita.
Terkait siaran kebencanaan, Pemimpin Redaksi Suara Surabaya Media, Eddy Prasetyo, mengatakan media siaran perlu memahami mengenai jurnalisme keselamatan. Ini berkaitan dengan keahlian jurnalis saat menghadapi bencana dan korban kecelakaan. Misalnya, keahlian memberikan informasi secara cepat dan benar dengan memperhatikan kondisi korban.
“Media penyiaran bisa menjadi pusat informasi bagi masyarakat, dan penghubung stakeholder kebencanaan,” kata Tita.
Terkait siaran kebencanaan, Pemimpin Redaksi Suara Surabaya Media, Eddy Prasetyo, mengatakan media penyiaran perlu memahami mengenai safety journalism. Ini berkaitan dengan keahlian jurnalis saat menghadapi bencana dan korban terdampak. Misalnya, keahlian memberikan informasi secara cepat dan benar dengan memperhatikan kondisi korban.
“Media penyiaran harus menjadi inisiator dalam menyebarkan informasi dan menghubungkan masyarakat dengan pihak-pihak terkait. Kita juga harus menjadi klarifikator bagi masyarakat saat menghadapi kabar simpang siur di media sosial,” kata Eddy.
Di sisi lain, Kepala Biro Transmedia Jatim, Muhammad Walid, mengatakan narasumber dari instansi pemerintahan juga mesti terbuka terhadap pertanyaan dari media penyiaran. Keterbukaan instansi pemerintahan terkait bencana perlu dilakukan agar media penyiaran tidak mencari informasi dari sumber lain karena masyarakat butuh berita yang cepat.
“Tuntutan media di lapangan adalah konfirmasi, segera dan keterbukaan informasi terkait bencana. Kalau tidak, dikhawatirkan mencari sumber lain,” kata Walid.
Menyikapi masukan-masukan tersebut, KPID Jatim berencana menggelar pelatihan safety journalism dengan dukungan dari berbagai instansi pemerintahan dan lembaga penyiaran. Koordinator bidang Isi Siaran KPID Jatim, Sundari, mengatakan masukan-masukan peserta diskusi akan diteruskan kepada lembaga terkait kebencanaan.
“KPID Jatim akan meneruskan masukan-masukan ini dan menghubungan teman-teman lembaga penyiaran dengan instansi terkait kebencanaan,” kata Sundari.