Banyuwangi, LiputanhukumIndonesia.com – Di penghujung pagelaran kolosal Gandrung Sewu di Pantai Marina Boom, Banyuwangi, Sabtu sore (29/10/2022), terlihat suasana berbeda. Sejumlah orang tua para penari dipersilahkan memasuki arena. Mereka mencari anaknya masing-masing dan memberikan peluk dan kecupan rasa sayang dan bangga.
“Untuk tahun ini, kami memberikan ruang khusus bagi para orang tua untuk mengekspresikan kebanggaan mereka pada anak-anaknya yang telah menunjukkan penampilan terbaiknya,” ungkap Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Hal tersebut, lanjut Ipuk, sebagai apresiasi atas dukungan dan perjuangan para orang tua selama tiga bulan mendampingi buah hatinya berlatih.
“Di balik kesuksesan acara Gandrung Sewu ini, sangat besar peran orang tua yang telah mendukung dan membersamai putra-putrinya berlatih dengan sungguh-sungguh untuk mempersiapkan pertunjukan ini,” ujarnya.
Salah satu orang tua yang terlihat penuh haru di tengah kerumunan orangtua dan para penari gandrung itu adalah pasangan Tri Wahyuningsih dan Agung. Air mata haru itu tak bisa dibendung, saat anaknya Shela Noviana (11) tampil memukau diajang kolosal ini.
“Bangga karena Shela tampil bagus,” kata Tri Wahyuningsih.
Mereka bersyukur, latihan selama 3 Bulan yang dijalani oleh sang anak, menjadi kebanggaan dirinya dan keluarga. Warga Dusun Curahjati, Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi menempuh jarak 50 kilometer hanya untuk melihat sang anak menari Gandrung.
Dia mengaku deg-degan saat Shela tampil. Dia sempat mencari-cari wajah Shela dari ribuan penari yang tampil.
“Sangat deg-degan, tadi sempat cari dia dimana. Ternyata pas di depan saya. Syukur sekali sampai pengen peluk, saya sampai nangis,” katanya sambil menyeka air matanya.
Dia mengaku untuk mencapai proses ini, putrinya melewati rintangan yang cukup panjang. Mulai dari seleksi hingga harus wira-wiri latihan. Di kecamatan setiap satu minggu sekali dan beberapa kali dilakukan di Banyuwangi kota.
Hal yang jelas cukup melelahkan, karena jarak tempuh Purwoharjo dengan Banyuwangi hampir 50 KM jauhnya.
“Sempat mengeluh capek, tapi anaknya antusias sekali, jadi lelahnya seolah tidak dirasa dan tidak dipikirkan,” ujarnya.
Perjuangan bahkan masih harus dilakukan menjelang pementasan. Dimana waktu pementasan dilakukan sekitar pukul 14.30 WIB. Sedang penari sudah harus merias diri sejak pukul 05.00 WIB.
Di tengah menunggu waktu untuk tampil, jelas gerah, letih pun sudah dirasakan. Namun sekali lagi itu merupakan dari perjuangan.
Semua rasa itu terbayar lunas, dengan penampilan yang berhasil memukau setiap pasang mata wisatawan.
“Semua terbayar lunas, karena ini pengalaman pertama bagi anak kami tampil di acara sebesar ini. Saya rasa ini sangat bagus untuk mewadahi kreativitas dan potensi anak-anak yang ada di Banyuwangi,” tandasnya.
“Waktu nonton anak-anak menari tadi benar-benar tercekat, haru, bangga. Nge-blend rasanya. Pasti ini akan menjadi salah satu pengalaman terbaik mereka,” timpal Retno Andari, salah satu orang tua penari Gandrung Sewu.
Setelah vakum selama dua tahun karena Pandemi Covid-19, kali ini pagelaran Gandrung Sewu benar-benar mengobati dahaga para penggemarnya. Ribuan wisatawan nusantara dan mancanegara rela berdesakan dan berpanas-panasan demi bisa menyaksikan pementasan kolosal yang diikuti oleh 1.248 penari itu.
Pada Gandrung Sewu kali ini, juga dianugerahkan penghargaan khusus kepada dua sosok di balik penyelenggaraan Gandrung Sewu yang pertama kali dihelat pada 2012 itu. Kedua sosok tersebut adalah mendiang Budianto dan Sumitro Hadi. Mereka adalah inisiator dan koreografer pertama pertunjukan yang kini ditetapkan dalam agenda wisata nasional tersebut.