Bangkalan — Liputan Hukum Indonesia.-
Di komplek makam agung ini ada 3/tiga tokoh Madura Barat yang dimakamkan disini yaitu ;
1.Kyai Pragalbo (Pangeran Islam Ongguk) yang dikenal dengan nama Pangeran Plakaran,
2.Kyai Raden Pratanu atau Panembahan Lemah Duwur, dan
3.Raden Koro atau Pangeran Tengah, berada berurutan di batur utama sisi timur, tengah dan barat. Dahulu status tanah makam ini adalah tanah perdikan atau tanah yang dibebaskan dari perpajakan dan melakukan kerja rodi kepada raja.
Sebelum Majapahit runtuh Madura telah berkenalan dengan Islam. Pulau ini mengadakan hubungan dengan Gresik dan Surabaya, tempat para pemimpin agama Islam, Sunan Giri dan Sunan Ampel bermukim. Orang pertama di kalangan Madura Barat yang memeluk Agama Islam adalah Pangeran Pratanu pada tahun 1528 M. Beliau naik tahta dan menggantikan ayahnya yang bernama Kyai Pragalbo pada tahun 1531 M yang ditandai candrasangkala Sirnoning Buto Pratano ning Negoro (1450 Saka). Pangeran Pratanu bergelar Panembahan Lemah Duwur yang pusat pemerintahannya dipindahkan dari Plakaran ke Arosbaya (Sartono Kartodirdjo, 1973;4). Beliau meluaskan wilayah kekuasaannya atas Blega dan Sampang. Selain itu Sumenep dan Pamekasan juga dibawah pengaruh kekuasaannya. Pangeran Pratanu memerintah dengan arif dan bijaksana sehingga sangat dicintai rakyatnya. Pangeran Pratanu menikah dengan puteri dari Pajang dan mempunyai lima orang anak, dari selir mempunyai sepuluh orang anak.
Panembahan Lemah Duwur memeluk Agama Islam dianggap sebagai titik awal pengakuan Madura Barat atas kekuasaan Demak sebagai pengganti Majapahit. Hal ini didasarkan bahwa sebelum memeluk Islam Panembahan mengirimkan utusan untuk belajar agama Islam di Demak. Panembahan Lemah Duwur wafat tahun 1592 M ditandai Candrasangkala netro papat yakso prabhu. Pangeran Tengah meninggalkan seorang isteri dan seorang anak laki-laki yang kemudian oleh ibunya diserahkan kepada pamannya yaitu Pangeran Sontomerto di Madegan.
Pemerintahan di Arosbaya dilanjutkan oleh adik Pangeran Tengah yaitu Pangeran Mas.
Makam Agung menjadi nama sebuah desa di Kecamatan Arosbaya, Bangkalan. Sebenarnya nama Arosbaya sendiri, pada masa pra Islam di Madura Barat, adalah sebuah nama kerajaan yang didirikan oleh Panembahan Pragalba (abad 16), yang kemudian diislamkan oleh anaknya yang bernama Pangeran Pratanu atau Penambahan Lemah Duwur.
Pragalba masuk Islam di saat menjelang ajalnya. Ketika dituntut membaca syahadat oleh Pratanu, Pragalba menganggukkan kepalanya. Karena itulah kemudian Pragalba juga dikenal sebagai Pangeran Ongguk (angguk atau mengangguk). Dan Islam di Arosbaya, saat itu juga disebut dengan Islam ongguk.
Raja Arosbaya yang berkedudukan di Plakaran kemudian dimakamkan di sebuah komplek pemakaman yang letaknya di sebelah selatan Plakaran, atau sekitar 60 km dari kota Bangkalan. Makam Pangeran Pragalba tersebut disebut dengan Makam Agung.
Di masa pemerintahan Lemah Duwur inilah kerajaan Arosbaya terus meluaskan pengaruh Islamnya ke kerajaan-kerajaan di Sampang dan Blega, bahkan meluas hampir mencapai seluruh Madura.
Dalam catatan Raffles (Raffles, 1817) dikatakan bahwa pada masa itu Lemah Duwur adalah raja yang memegang peranan penting. Bahkan Raffles menyatakan bahwa Lemah Duwur adalah raja paling penting di Jawa Timur. Pasalnya, karena Lemah Duwur dinilai telah berhasil mengembangkan kerajaan Arosbaya menjadi kerajaan yang berperan penting dalam pelayaran, niaga, dan politik di Madura dan Jawa. Pada tahun 1592, Lemah Duwur mangkat. Dia meninggal di Arosbaya dan dikebumikan di komplek Makam Agung. Setelah wafat kekuasaan Lemah Duwur diteruskan adiknya, Pangeran Tengah, yang tak lain ayah Cakraningrat I.
Arsitektur Hindu
Untuk memasuki komplek Makam Agung, makam pendiri kerajaan Madura Barat tersebut, haruslah melewati dua pintu gerbang berbahan batu padas kuning dari sebuah bukit Desa Buduran. Bentuk gerbangnya sangat sederhana, tanpa ukiran. Namun, pada gerbang kedua, yaitu gerbang untuk menuju makam Pragalba, Pratanu dan Raden Koro, ukiran di pintu gerbang sangat kental sekali nafas Hindunya. Meski saat meninggalnya dan dimakamkannya Pragalba dalam keadaan sudah Islam, namun arsitektur komplek pemakamannya di Makam Agung tetap berarsitektur Hindu.
Sisa kemegahan dan kekokohan komplek Makam Agung tersebut masih tampak, meski beberapa bagian pagar dan makam sudah rusak dimakan lumut dan usia. Batu padas kuning sudah berubah wama hijau kehitaman. Pohon tanjung yang berada di makam Pratanu, meski masih berdaun dan berbunga, batang pohonnya banyak yang keropos, menandakan tuanya usia pohon dengan bau bunga yang khas tersebut. Atmosfir di komplek pemakaman raja-raja Madura Barat tersebut memang berbeda. Nuansa mistik dan sakral sangat terasa. Tak mengherankan jika masih banyak masyarakat sekitar dan masyarakat di Madura melakukan ziarah di makam pendiri kerajaan Islam pertama di Madura Barat tersebut. Beberapa hal yang tetjadi di Makam Agung, masih dipercaya membawa pertanda akan adanya kejadian luar biasa.
Bapak Mattalih Juru kunci Makam Agung menceritakan, PISANG AGUNG kadang muncul di tempat yang tidak tetap. Dan, setiap pemunculannya, selalu sudah dalam keadaan setinggi paha orang dewasa. Tahu-tahu muncul begitu saja. Letak mata angin munculnya pisang agung, juga dijadikan tanda di mana akan terjadi sebuah kejadian luar biasa tersebut. Jika pisang agung muncul, tumbuh, hingga berbuah, berarti sebuah kejadian luar biasa terjadi. Tetapi, jika pisang agung muncul tetapi untuk kemudian hilang begitu saja, kejadian tersebut menandakan sesuatu kejadian yg besar akan terjadi.
Wallahu bis sawab